RSS

Monthly Archives: March 2012

Coba Tengok Sisi Lainnya

Jangan sesali sesuatu yang telah berakhir, meskipun itu indah. Tanpa akhir tak kan ada awal baru yang mungkin lebih indah 😀

So wise =)

Beberapa saat lalu saya pernah membuat tulisan tentang perpisahan. Begitu memilukan, sangat tidak enak dan seolah menjadi kenyataan yang sangat buruk. Tapi setelah membaca sepenggal kalimat diatas, seolah menggiring untuk lebih melihat hidup dari sudut pandang positif. Sebagaimana cara melihat gelas yang terisi setengah,,lebih baik menyebutnya setengah isi, bukan setengah kosong.

Mayoritas kita memang tidak menyukai perpisahan, terutama dengan mereka yang begitu berkesan di hati. Sebagian besar kita tidak menginginkan saat-saat yang membahagiakan terhenti dan sampai pada akhir ceritanya. Wajar sekali.

Dulu, saat perpisahan SMP,,hampir semua siswa di kelas saya nangis bombay. Pasalnya kami sudah sekelas selama 3 tahun. Sekolah dari pagi sampai sore, pelajaran tambahan, hiking, jalan2, dll yang kesemuanya sangat indah, harus berakhir. Padahal bukan tidak mungkin setelah itu kami sekolah di SMA yang sama. Tetap saja berpisah itu menyedihkan.

Demikian pula saat SMA. Semua terasa begitu menyenangkan. Teman-teman yang care, guru yang hebat, tugas sekolah yang “menarik”, cinta monyet dimana-mana :p . Butuh waktu panjang untuk menceritakan indahnya saat SMA.

Bukankah indahnya saat SMA itu terasa karena kita mengakhiri masa di SMP. Seandainya kita terus-tersan jadi anak SMP, tentunya “nikmatnya” jadi SMA tidak akan kita rasakan. Itulah dia,,

Jangan sesali sesuatu yang telah berakhir, meskipun itu indah. Tanpa akhir tak kan ada awal baru yang mungkin lebih indah

Jadi, kalau sekarang perpisahan demi perpisahan, akhir demi akhir sedang mendekat, SANTAI SAJA. Bisa saja itu berarti pengalaman demi pengalaman baru yang lebih menarik sedang menanti untuk disinggahi. Beranjak dari satu fase ke fase berikutnya.

Ini tentang cara pandang terhadap sesuatu yang sedang terjadi. Setengah isi, bukan setengah kosong =)

 

Palu, suatu sore 25 Maret 2012

 
Leave a comment

Posted by on March 25, 2012 in Uncategorized

 

Kakak =)

Menurutmu bahagia itu apa?

Pekerjaan yang mapan dan penghasilan yang cukup? Tempat tinggal yang nyaman? Teman2 yang care ? Tubuh yang senantiasa sehat? Orang tua yang perhatian? Pacar yang romantis? Sukses sidang skripsi dan mendapat nilai A? Jalan2 keliling dunia?

Apapun jawabanmu, semua benar. Bahagia itu relatif. Sesuatu yang biasa2 saja menurut seseorang, bisa jadi menurut orang lain itu sangat “sesuatu”.

Tapi hari ini aku dapat definisi bahagia yang lain. Sejak hari ini, bahagia itu adalah saat kau datang kesebuah masjid untuk melaksanakan shalat, kau lihat banyak wajah anak2 yang ceria dan polos menantimu, dan seketika menghampirimu dan berucap “assalamualaikum kakak”.

Bahagia pada suatu saat ternyata kau menjadi masbuq dalam shalat berjamaah di masjid, ketika kau mengucap salam ke kanan lalu ke kiri setelah menyelesaikan rakaat shalatmu, kau lihat anak2 yang sudah siap berangkat ke TPA menunda langkahnya karena menunggu hendak berpamitan denganmu seraya berucap “saya berangkat mengaji dulu kakak”.

Alhamdulillah, bagai setitik cahaya di ruangan pengap nan gelap. Pesona kalian memang tak kan terganti.

_spesial untuk santri TPA Nurul Istiqomah, Kec. Palu Timur

Semoga Allah menyayangi kita semua =)

 
Leave a comment

Posted by on March 22, 2012 in Uncategorized

 

Tags:

Kasian e…

A human being is not attaining his full heights until he is educated.

– Horace Mann

Pagi ini 2 orang pria muda hadir di ruangan kerja saya. Mereka bukan orang yang biasa hadir karena mereka memang bukan karyawan di kantor ini. Hari ini adalah hari kedua mereka bekerja sebagai tenaga harian. Seharusnya mereka sudah menemui saya sejak kemarin, tapi karena load kerja yang cukup banyak di hari Senin, akhirnya saya baru bisa bertemu mereka hari ini.

Saat bertemu mereka, saya bisa tebak kalau umur mereka tidak lebih dari 20 tahun. Ternyata benar, satu orang yang bernama Toni (bukan nama sebenarnya), usianya 20 tahun sedangkan yang satu lagi namanya Acho (panggilan kesayangan untuk anak dalam bahasa Bugis) berusia 17 tahun. Masih muda, paling tidak lebih muda dari saya.

Sekedar informasi, saya bekerja di Ibu kota provinsi disebuah pulau hampir timur Indonesia. Bisa ditebak bahwa pendidikannya masih jauh dibanding dengan pulau2 di Indonesia barat. Mengingat pulau ini ga timur2 amat, walaupun tidak sebaik pendidikan di pulau Jawa, asumsi saya paling tidak pendidikannya setara lah dengan pendidikan di pulau Sumatra.

Ternyata, jauh.

Saya tidak bisa bayangkan seperti apa pendidikan di Kabupaten dan desa-desa yang jauh dari ibukota provinsi. Di Ibukota provinsi ini saja, tidak sulit menemukan orang buta huruf. Ya, kalaupun tidak buta sama sekali, mereka bukan orang yang akrab dengan huruf dan angka.

Kembali ke cerita 2 orang kawan baru saya tadi. Mereka saya rasa bisa menjadi sedikit gambaran kondisi pendidikan di kota saya ini. Pertama, Toni. Secara perawakan, badannya tidak besar bahkan relatif kurus. Kulitnya relatif terang. Jika dilihat sekilas, dia tidak seperti orang yang “asing dengan pulpen”. Mengapa saya katakan demikian? Karena saat saya minta beliau menandatangani sesuatu pernyataan, dia terlihat tidak bisa menulis, bahkan untuk menulis namanya sendiri. Akhirnya saya bantu tuliskan namanya dan minta ia menandatangani. Ketika membuat tanda tangan pun, tangannya bergetar memegang pulpen. Saya tidak tahu harus berekspresi seperti apa. Dengan malu ia mengatakan “maaf Bu, tanda tangan saya jelek”. Saya hanya bisa memaklumi.

Selanjutnya tentang Acho. Dia jauh lebih muda dari Toni, tapi badannya sedikit lebih besar dan kulitnya juga lebih gelap. Secara perawakan, dia terlihat lebih tua daripada Toni.  Saat ini, dia terlihat lebih familiar dengan pulpen. Tulisannya pun relatif lebih baik daripada Toni.

Jika dihubungkan dengan pekerjaan mereka yang memang hanya mengandalkan fisik, kompetensi mereka tidak masalah sama sekali. Secara tenaga, saya rasa mereka mampu untuk meng-handle pekerjaannya. Tapi kondisi mereka membuat saya berfikir tentang anak muda seusia mereka di luar pagar kantor ini. Bukan kah ini ibu kota provinsi? Kalau kondisi remaja ibukota saja seperti ini, bagaimana dengan mereka yang tinggal beberapa kilometer dari ibukota?

Tidak lama setelah mereka meninggalkan ruangan, saya hampiri mereka untuk sekedar “mengakrabkan diri”. Saya sempatkan bertanya tentang pendidikan terakhir yang mereka terima. Awalnya saya sungkan menanyakan hal ini, tapi karena kondisi rasanya agak “santai”, akhirnya saya beranikan diri menanyakan hal tsb. Saya kaget saat mendengarkan jawaban Toni. “Saya Cuma sampai kelas 2 smp, mama papa ku bercerai sudah. Saya pusing balihat mereka, saya stress di rumah”. Wajah Toni berubah. Ada raut sedih yang mendalam. Tapi segera saya alihkan pembicaraan, khawatir Toni larut dalam suasana. Sesaat kemudian, Acho menuju ke arah kami, saya menanyakan hal yang sama padanya. Kondisi Acho mungkin lebih baik dari Toni. Acho sempat menamatkan pendidikan smp tahun 2009. Saat saya tanya kenapa dia tidak melanjutkan sekolah, dengan ringan ia menjawab “istirahat sekolah dulu, saya bekerja. Babantu perbaiki instalasi listrik”. Bisa ditebak bahwa Acho tidak akan melanjutkan pendidikannya. Hampir 3 tahun dia tidak bersentuhan dengan buku.

Ini bukan 2 orang pertama “buta aksara” yang saya temukan di kota ini. Sebelumnya juga ada beberapa orang karyawan “kasar” di kantor ini terdeteksi buta aksara. Mereka bukan bapak2 usia paruh baya yang belum merasakan anggaran APBN 20% untuk pendidikan. Mereka berada dalam rentang usia yang masih muda dan hidup di masa anggaran pendidikan 20% tadi. Entah siapa yang salah. Kasian e.

Palu, 13 Maret 2012

 

 
Leave a comment

Posted by on March 13, 2012 in Uncategorized

 

Oboy, kau harus main ke kotaku

Boy,, beberapa hari yang lalu di bulan Maret ini, aku main ke sebuah kantin fenomenal di kotaku. Sebenarnya bukan kota asli ku sih, tapi paling tidak aku sudah menghabiskan hampir 5 tahun di kota itu. Kapan2 kau akan aku ajak kesana Boy. Mau ya 🙂

Tau ga boy, di kantin itu, aku punya banyak sekali keluarga. Banyak ibu, banyak Bapak, dan paling banyak adik2 yang cantik dan ganteng. Mereka pinter2, lucu, kreatif dan merdeka 😀

Tapi kondisi perekonomian mereka kurang mendukung untuk berani bercita2 tinggi. Di kantin itu, aku mengklasifikasikan pedangangnya jadi 2 Boy, pertama, yang berdagang untuk menyambung hidup, dan yang kedua yang berdagang untuk nyari duit. Aku selama ini lebih dekat dengan mereka yang di kelas pertama.

Boy, sebenernya aku pengen bgt bantu mereka, tapi gimana ya, aku juga masih belum tau gimana caranya soalnya aku sendiri juga belum memiliki kemandirian finansial untuk bisa berbagi dengan mereka. O iya, di setiap kedatanganku di kota ini, aku pasti menyempatkan diri ke kantin ini, walaupun hanya beberapa jam. Aku juga ga tau kenapa, kantin ini begitu fenomenal buatku. Kalau kau nanti sempat main ke kota ku, aku bakal traktir makan deh di kantin ini. Satu hal lagi, di kantin ini makanannya relatif murah dan porsinya besar. Cocok untukmu yang sangat suka makan :p

Jadi, di kunjunganku kala itu, aku dapat cerita sedih dari si Ibu kantin. Saat ini, jumlah pedagang yang ada di kantin itu sekitar 43 pedagang. Jumlah yangcukup banyak memang, dan sudah bisa di tebak ada persaingan keras disana, ada yang bersaing secara sehat, dan pastinya ada juga yang main belakang. Yaa,,standarlah Boy.

Yang paling menonjol saat ini, ada 2 orang pedagang yang pada dasarnya “lemah” Boy. Mereka ga punya “backingan” untuk berlindung. Jadilah mereka berdua selalu “dikerjain” sama pedagang lain. Adaaaa aja celah buat “ngerecokin” dua ibu ini. Ntah dibilang jorok lah, dibilang stand nya ga standard lah, bahkan pernah dituduh “masukin” preman ke kantin. Aku kasian Boy.

Kemaren yang pas aku lagi kesana, si ibu “curhat” Boy. Ada tatap kesedihan yang mendalam. Ada harapan yang coba ia kubur. Ada kecemasan yang tak terbendung. Yang ia pikirkan saat ini hanya tentang putra semata wayangnya yang saat ini menjajdi satu2nya cahaya di hidupnya. O iya, kau harus tau Boy, si Ibu single parent, ya jadi ayah, ya jadi ibu. Suaminya pergi ga jelas juntrungannya. Kalau kau nanti sempat bertemu dengan si ibu ini, kau akan salut Boy. Kau akan banyak belajar darinya. Wajahnya tegar seperti kebanyakan wanita Indonesia. Pokonya kau harus main ke kotaku. Kau harus main ke kantin itu. Nanti kita foto juga deh disana 😀

Boy, nanti aku sambung lagi ya ceritanya. Aku mau sholat dulu =)

#pelajaran hidup buat Oboy

 
2 Comments

Posted by on March 10, 2012 in Cerita buat Oboy

 

Buat Oboy!

Boy, aku ingin jadi orang biasa,,aku hanya perempuan biasa,, aku tidak se “mengerikan” itu, aku tidak se”hebat” itu!! aaarrgghh,,,aku gerah,,

Terlalu banyak orang yang meng”claim” dan membangun paradigma – paling tidak di mindset ku

” kamu adalah perempuan yang hebat, tangguh, tegar, bisa melakukan banyak hal sendiri, mandiri secara finansial, punya banyak teman,dll” yang pada intinya menggambarakan aku sebagai orang yang “super”

Aku memang dominan, cukup banyak pengalaman yang membuktikan kalau aku “bisa diandalkan”. Di keluarga memang aku yang “paling cemerlang”. Tapi sungguh aku sebenarnya tak sehebat itu. Aku tak sekuat itu. Ketika wajah menyunggingkan senyum, bahkan tawa yang seakan “puas”,,padahal batin ini sering mengeluh, bersedih, luluh dan ambles. Kalian yang melihatku di keseharian tentu akan menyangka aku perempuan yang tegar, mandiri, ceria dsb yang sejenis dengan itu. Tapi taukah kalian kalau aku lakukan itu karena aku tidak punya pilihan lain. Aku harus “tampil”, aku dituntut untuk mengambil peran utama dalam setiap episode hidup ini, aku tidak punya celah untuk jadi “orang biasa, perempuan biasa”.

Ketika teman2 seusiaku bisa dengan mudah memutuskan untuk menikah atau memilih pekerjaan yang mereka suka misalnya, tidak demikian dengan aku. Aku punya begitu banyak pertimbangan yang pada akhirnya menjadikan aku tidak pantas memikirkan kepentingan pribadiku. Aku lahir dari keluarga yang tidak biasa, dengan tanggung jawab (paling tidak ini tertanam dalam pikiranku) yang tidak sama dengan orang2 yang sering disejajarkan denganku.

Awalnya aku mengeluh. Aku sedih. Aku ingin jadi orang biasa, perempuan biasa dengan ekspektasi yang biasa2 saja. Aku ingin jadi bagian dari orang yang bertepuk tangan, bukan yang diberikan tepuk tangan. Aku ingin jadi orang yang berada di belakang layar bukan yang tampil di panggung. Aku ingin jadi ibu rumah tangga yang kesibukannya terlihat sangat biasa tapi sebenarnya begitu mulia. Aku ingin jadi guru yang dengan tangannya terlukis cita2, yang dengan lisannya terpercik semangat, yang dengan hatinya terpancar kasih sayang yang begitu tulus pada setiap anak didiknya.

Tapi aku tau aku tidak dilahirkan untuk itu. Aku adalah aku yang saat ini. Perempuan yang memikul banyak harapan dan cita2 di pundakku. Boleh jadi ini bukan hanya cita2 yang dititipkan oleh orang tua dan saudara2 ku,,,bisa jadi cita2 yang sudah ditanam oleh leluhurku sejak beberapa generasi yang lalu. Dan Allah telah memilih aku untuk menunaikannya.

Tidak ada gunanya bersedih. Tidak ada manfaatnya mengeluh. Just face the truth!! Bisa jadi saat aku “mengeluh” dengan semua pencapaian selama ini, di luar sana ada begitu banyak orang yang berharap bisa mendapatkan seperti apa yang aku peroleh hari ini.

Boy,,aku buat tulisan ini untukmu. paling tidak agar kau bisa jadi tempatku menceritakan kesedihanku. Aku tidak mungkin mengeluh di depan mereka yang begitu “mengelu-elukan” ku. Aku tidak bisa untuk menjadi lemah dihadapan mereka yang membanggakan ku. Kau tentu tahu Boy, jika aku menangis di depan mereka,,bangunan kebahagiaan dan kebanggaan yang sudah mereka rakit sejak beberapa generasi akan rubuh.

Boy, sekarang kau tahu betapa lemahnya aku. Tidak masalah jika setelah ini kau mencibirku. Tapi paling tidak setelah ini aku tidak akan sungkan berbagi cerita denganmu. Aku tidak perlu gengsi menjadi diriku sendiri. Aku adalah orang biasa, perempuan biasa.

#curhatan seseorang

 
2 Comments

Posted by on March 9, 2012 in Cerita buat Oboy