Mudik selalu saja menjadi hal yg menarik. Tak peduli sang perantau sudah sukses atau hampir sukses, tetap saja mudik menjadi sesuatu yg wajib untuk diperjuangkan.
Mudik boleh jadi sudah menjadi sebuah fenomena. Indahnya berkumpul dengan keluarga besar dan sanak famili menjadi “booster” yang mengecilkan segala resiko yang bakal di hadapi, entah resiko sebelum, saat maupun sesudah perjalanan.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa perjalanan mudik butuh pengorbanan yang tidak mudah dan biaya yang tidak murah. Semua moda transportasi bersepakat menaikkan harga hingga 2 atau 3 kali lipat harga normal. Lagi, bagi pendukung mudik, biaya transportasi yg relatif tinggi bukanlah sesuatu yg berhak menggagalkan mudik. Jika tidak mampu membiayai perjalanan mudik yg mahal dan nyaman, maka selalu ada pilihan lain, bahkan untuk mudik menggunakan mobil “pick up” atau sepeda motor.
Terlepas darimana pun sumber dana si penggiat mudik, fakta pentingnya adalah bahwa semua perantau merindukan saat2 pulang. Tidak berlebihan jika saya katakan bahwa hangatnya “rumah” tidak dapat digantikan oleh tempat ternyaman dimanapun di bumi ini. Lingkungan masa kecil yang asri, masyarakat yang ramah, celoteh para sesepuh di kampung halaman, aahhh… indah sekali.
Bagi kami para perantau muda, saat2 pulang adalah masa yang dinanti. Rumah adalah tempat paling baik untuk mengobati penatnya rutinitas ibukota. Masakan ibu di rumah yang sejak dulu akrab di lidah, kawan2 kecil yang mungkin kondisinya sudah jauh berubah, pelataran masjid, taman pendidikan al qur’an, kolam ikan, lapangan bermain, semua bergelayut di pikiran. Memanggil sang perantau untuk hadir sejenak.
Perjalanan menuju Rumah
05.08.13
11.49 wib
Sefni Yenti 