RSS

Category Archives: story –> History

Cita-Cita Biasa

well,,, akhirnya saya mau nulis lagi nih, tulisan santai aja, semacam ngobrol gitu deh ya

Jadi, tadi malam tepatnya tanggal 13.3.13, saya kembali mengarang mimpi bersama seorang kawan yang pernah saya ceritakan sebelumnya. Seorang kawan terbaik yang sekarang sedang berada di pulau seberang.

danau-kuno

Jika sebelumnya kami bersemangat merangkai mimpi untuk hal-hal “duniawi”, naah semalam kami merangkai mimpi ukhrawi, cita-cita luhur untuk akhirat yang lebih baik.

Sedikit bocoran, pada dasarnya saya dan kawan saya ini adalah perantau yang bercita-cita membangun kampung halaman.
“setinggi-tingginya bangau terbang, kelak dia kan kembali ke kubangan juga”. Pun kami, sejauh apapun merantau, selalu rindu dengan kata pulang. Entah bagaimananpun kondisi kampung halaman, tetap saja pesonanya luar biasa bagi kami, anak rantau.

Ok, kembali ke inti pembicaraan yang ingin saya tulis. Mimpi yang kami “karang” tadi malam adalah tentang sebuah harapan menjadi bagian dari peradaban. Mmmm,,, bahasanya terlalu tinggi, simpelnya, kami ingin menjadi bagian dari pembawa manfaat bagi banyak manusia, berperan sekecil apapun untuk mempersiapkan generasi terbaik ummat ini.

Kelak, kami akan membuat sebuah sekolah tahfidz qur’an , entah di kampung sendiri atau di kampung orang lain, tidak masalah, yang penting bisa membawa manfaat sebesar-besarnya dan seluas-luasnya bagi masyarakat. Punya begitu banyak murid yang lucu-lucu, sholeh dan sholehah. Akan ada banyak apresiasi untuk mereka yang luar biasa. Setiap hari akan ada lantunan ayat suci yang keluar dari mulut-mulut kecil tanpa dosa. Kasih sayang dan suasana sekolah yang hangat antara guru dan murid, saling peduli, saling menyayangi. Indah sekali.

Kami sadar sepenuhnya ini bukan murni masalah kesiapan materi. Membangun sekolah tahfidz ini lebih butuh kesiapan mental. Semalam kami juga saling bertekad untuk memperbaiki diri hingga kelak Allah buka kan jalan-jalan kemudahan untuk mewujudkan cita-cita mulia ini. In syaa Allah

***

As always, postingan ini akan menjadi catatan mimpi kami yang kelak akan di bongkar untuk diwujudkan di dunia nyata. Semoga Allah senantiasa membimbing dan memberikan kekuatan tekad. Semoga “beratnya” dunia tidak menjadikan kami “memangkas” cita2 ini. Semoga Allah memnataskan saya dan kawan baikku ini untuk senantiasa memperbaiki diri dan mencintai apa-apa yang Allah cintai, salah satunya untuk bisa mencintai Al-Qur’an. AAmiin

BT Lantai 10
14.03.13 – 10.06 WIB

 
 

Tags: , , ,

A W A N

Kali ini tentang awan. Sebenarnya saya tidak terlalu tertarik dengan awan. Tapi sejak kemarin, 3 maret 2013 saya mulai sedikit melirik awan. Ini bermula dari ungkapan cetar dari seorang kawan tentang diri saya. Dia menggambarkan saya seperti awan. Dia bilang dia dapat penggambaran ini dari sebuah puisi dan sepertinya kemarin dia bilang siapa penulis puisinya, tapi saya lupa.

“Uni itu seperti awan, ingin meneduhkan yang lain, sesekali menurunkan hujan untuk menyejukkan yang lain, tapi ketika uni butuh peneduh, uni ga bakal cari yang bisa meneduhkan, uni bakal berusaha meneduhkan diri sendiri untuk kemudian mempersiapkan diri untuk kembali menurunkan hujan. Tapi kemudian akan ada saatnya hujan yang uni turunkan itu sangat deras sekali sampai-sampai uni lupa saat hujan itu turun terlalu deras, sebenarnya dia sedang “menghabisi” sang awan. Pilihannya ada 2, awan akan terus-terusan menurunkan hujan sampai dirinya habis, atau dia akan dikejutkan oleh petir sehingga dia sadar bahwa dia tidak perlu menurunkan hujan se deras itu?”

awan_cinta

“Manusia memang butuh hujan itu, tapi bukan segalanya. Tidak seperti awan yang menghabisi dirinya demi menurunkan hujan. Akan ada saatnya mereka yang selama ini dihujani akan menemukan awan2 lain, sehingga tidak lagi membutuhkan mu sebagai awan. Ada baik nya menjadi air, menyatu dengan manusia, tidak seperti awan yang sudah berkorban tetapi tidak ada yang sadar kalau dia sedang menghancurkan dirinya sendiri”

Akan kah awan ini menjadi awan cumolonimbus, yang menyatu dengan awan-awan lain sehingga kemusnahannya tidak dia rasakan sendiri. Dia akan musnah bersama awan-awan lain yang seperti dirinya. Atau mungkin akan datang petir yang bisa menyadarkannya? Atau mungkin sudah takdirnya untuk sirna demi tetap menyejukkan yang lain?

Salam salut dan terima kasih untuk kawanku yang saya temui kemarin di Tamini Square – Food court Lt. 2
Tulisan ini saya dedikasikan untukmu yang sudah membuka sedikit mata dan pikiran saya walaupun sekarang saya masih menjadi awan yang sama seperti sebelum saat pertemuan kemarin.

BT. Lantai 10

04.03.13 – 09.33 WIB

 
3 Comments

Posted by on March 4, 2013 in story --> History, Uncategorized

 

Tags: , , ,

Penting ga Penting

Baru saja kumandang adzan subuh menggema dari masjid kebanggaan kami. Seperti biasa, jamaah masjid ini mayoritas ibu-ibu, rata-rata 45 tahun keatas. Entahlah, entah karena bapak2 nya berumur pendek atau karena tidak sanggup melawan dinginnya suhu udara subuh. Hanya 4 atau 5 orang saja yang terlihat hari ini. Kalau untuk remajanya, kita anggap saja mereka semua pergi merantau, maka jadinya tak seorangpun yang bisa hadir sholat subuh berjamaah di masjid ini.

Sepuluh menit kemudian terdengar suara iqamah pertanda sholat jamaah akan segera dimulai.Tak berselang lama suara takbir pun menggema. Sungguh syahdu. Sholat berjamaah di masjid ini punya sensasi berbeda. Kolaborasi udara (sangat) dingin,  bacaan imam yang panjang2 dan rasa kantuk luar biasa bercampur jadi satu. Perjuangan yang tidak mudah, butuh keinginan kuat.

Shalat berjamaah berjalan nikmat dibawah terang lampu kristal mewah di setiap sudut mesjid.  Sekumpulan manusia perindu Rabb nya khusyuk dalam lantunan ayat-ayat yang dibaca imam. Tidak hanya suara imam dari masjid kami, suara imam dari masjid sekitar pun masih samar-samar terdengar. Mungkin karena suasana hening dari hiruk pikuk aktivitas manusia. Indah sekali.

Shalat jamaah berakhir seiring imam mengucap salam. “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh”. Dilanjut dzikir dan doa berbahasa arab yang dengan fasih dipimpin oleh sang imam.  Sudah menjadi kebiasaan bagi jamaah masjid kami untuk bersalaman sesama jamaah usai shalat subuh. Ya, hanya untuk sholat subuh. Agaknya ini menjadi momen untuk mempererat silaturahmi dan saling memaafkan kesalahan dan tidak harus menunggu lebaran atau ramadhan baru bermaaf-maafan. Wajah teduh dan ramah para jamaah saat saling berjabat tangan, sungguh panorama pagi nan indah.

Tiba-tiba, saat sedang bersalaman, seorang ibu usia sekitar 55-60 tahun menarik tangan saya lalu berbisik “kalau ada rezeki untuk saya, bisa tolong dibawa besok subuh.” Sontak saya kaget dan bingung. Apa maksudny si ibu? Kemudian beliau sedikit “curhat” kalau saat ini beliau tidak punya uang sama sekali. Dia memang punya seorang anak perempuan, tapi dia sudah menikah dan punya 4 anak. Hidupnya pun pas-pasan. Sang anak memiliki sebuah warung kecil di depan rumah mereka (mereka tinggal bersama) dan kalaupun si ibu membutuhkan sesuatau dari warung tersebut, beliau harus membayar, sama seperti pembeli lainnya. Menurut beliau, dia sudah berusaha mengerjakan apapun yang bisa dilakukan untuk bertahan hidup, tapi sampai saat ini masih saja hidupnya jauh dari cukup.

Si Ibu masih saja terus bercerita walaupun saya masih belum paham kenapa dia menceritakannya pada saya. Bahkan saat saya berhenti dan mengobrol dengan ibu-ibu lain, si Ibu ini masih setia menunggu. Salah satu inti pembicaraan beliau yang masih saya ingat, “Tidak masalah saya hidup susah begini, yang penting anak saya bisa bahagia dengan keluarganya. Buat saya, selama saya masih bisa berusaha sendiri, saya tidak akan menyusahkannya.”

 

That’s the point. Begitulah orang tua. Begitulah ibu. Begitulah kebanyakan perempuan Indonesia. Selalu terlihat tegar walaupun hati sebenarnya hancur.

Poin berikutnya, “Hanya orang-orang yang memposisikanmu penting yang akan menceritakan hal-hal yang menurutnya penting kepadamu, sekalipun tanpa pernah engkau meminta atau mengharapnya. Esensinya bukan pada penting atau tidaknya pembicaraan itu bagimu,  tetapi terletak pada kepercayaan mereka untukmu. Kepercayaan itulah yang tidak ternilai harganya, jadi hargailah dan dengarkan.”

Mungkin bagi dunia ini kau adalah seseorang, tapi boleh jadi bagi seseorang kau adalah dunianya.

Palu, 20-24 Juni 2012

 
1 Comment

Posted by on June 24, 2012 in Cerita buat Oboy, story --> History

 

Tags: ,

Adik Baru

Hari masih sore. Cuaca di luar pun masih panas. Ya,,memang begini lah Palu. PAnas meLUlu, PAnas LUar bisa. Seperti sore di hari-hari yang lalu, saya mengisi waktu sekitar 10 menit setiap selesai sholat Ashar di masjid Nurul Istiqomah dengan santri TPA. Tidak banyak yang kami lakukan. Biasanya mereka “curhat” tentang kejadian hari ini di sekolah, tentang teman laki-laki yang nakalnya sudah keterlaluan, tentang ibu yang sedang sakit atau bahkan tentang kakak perempuannya yang sudah 3 kali kawin cerai. Atau kalau kondisi sedang kondusif, kami berkumpul untuk sekedar mengulang hafalan doa yang mereka sudah pelajari di sekolah atau di TPA.

Majelis kami sederhana. Hanya ada saya, dan sekitar 5-6 orang santri TPA yang sudah akrab dengan saya. Kadang kami terlalu berisik karena saya agak kesulitan menjadikan anak2 yang usianya 4-9 tahun ini bergantian berbagi cerita. Semua ingin menjadi yang paling di dengarkan. Tapi jujur saya senang, mereka seperti semangat dan asupan energi baru setelah lelah bekerja, walaupun setelah 10 menit pertemuan kami, saya akan segera balik ke kantor dan melanjutkan pekerjaan yang belum selesai dan mereka kembali ke TPA untuk belajar Iqra’.

April 2012

Imam baru saja mengucapkan salam sebagai pertanda shalat ashar berjamaah sudah selesai. Dengan cekatan, 2 orang santri TPA mendekat ke arahku, berebut menjadi posisi yang paling dekat. Usia mereka sekitar 8 atau 9 tahun. Tak lama kemudian, 2 orang santri lainnya yang masih balita ( sekitar 4 tahunan) mendekat dan minta di pangku. Karena tidak memungkinkan bagiku untuk memangku mereka secara bersamaan, terpaksa salah satu yang usianya sedikit lebih tua harus mengalah dan duduk tepat di depanku. Kami berdoa bersama, tepatnya berlima. Doa dibuka dengan ta’audz, basmalah, dilanjut dengan doa untuk kedua orang tua beserta terjemahannya, lalu doa nabi ibramin dan ditutup dengan doa sapu jagad (doa selamat dunia akhirat).

Ada yang menarik dengan doa untuk kedua orang tua ini. Hampir semua anak2 membaca doa ini beserta artinya, dan hanya untuk doa ini. Dulu, saat saya sedang dekat dengan anak2 seusia mereka di Depok, doa untuk kedua orang tua ini juga dibaca sepaket dengan terjemahannya. Kompak, walaupun mungkin mereka tidak pernah berkonsolidasi atau membuat kesepakatan bersama.

Berdoa selesai. 2 Orang balita yang tadi berebut posisi sudah meninggalkan ruang masjid dan berjalan menuju TPA. Ada yang khas dalam “persahabatan” kami. Setiap akan berpisah, kami sudah terbiasa bersalaman, mengucap salam dan sebuah salam persahabatan (semacam toss) dengan memegang hidung teman yang berjabat tangan. Ini menjadi hal yang menyenangkan bagi anak2 karena kami terasa begitu akrab.

Saat itu, di masjid hanya tinggal saya dan 2 orang santri TPA yang usianya sekitar 8-9 tahun, Salwa dan Tika. Awalnya pembicaraan kami biasa2 saja. Tentang teman laki-laki mereka di kelas yang suka mengganggu siswa perempuan, mengambil makanan atau sekedar mendorong sampai siswa perempuan menangis. Tapi kemudian saya kaget ketika Tika bercerita tentang kakak perempuannya yang sudah 3 kali kawin cerai. Cara ia bercerita tidak seperti anak2 kebanyakan yang lugu dan polos. Dia terlihat sangat mengerti tentang apa yang dibicarakannya, ditambah dengan sedikit istilah yang belum pantas diketahui anak seusia dia. Entah ini karena pengaruh TV atau memang pergaulan di lingkungannya yang kurang mendukung.

Miris. Rasanya ada yang salah dengan perkembangan anak2 seusia mereka disini. Entah karena dulu saya dibesarkan di lingkungan yang masih terjaga, atau mungkin teknologi sudah mengubah pola didik anak2 sehingga mereka “tua” sebelum waktunya?

Entahlah…

 

Pendidikan dan perlindungan itu dari rumah 🙂

 
Leave a comment

Posted by on May 15, 2012 in story --> History

 

Partner in crime

Suasana kantek terlalu cerah untuk hati semendung hatiku. Jam dinding di kios Bu Asih sudah menunjukkan pukul 19.20 WIB. Tumben hari ini tidak ada alarm pulang. Langkah berat ku ayunkan menuju kantek setelah pertemuan yang memilukan di EC. Goresan pertama di hatiku untuk hari ini disaksikan oleh dinding EC dan kotak2 mesin ATM yang selalu ramai dikunjungi orang. Hari ini dengan sangat vulgar, seseorang telah menyadarkan aku tentang arti keikhlasan. Kata2 yang mungkin akan sangat sulit aku lupa “jangan sampai karena antum senior, antum merasa gengsi untuk “kalah” dengan junior, antum jangan egois!!” Terlalu sakit kata2 ini untuk aku terima. Mungkin iya aku egois, ikhlas ku minim,.tapi apa iya aku seburuk itu??.. Ya Allah, ampuni aku jika tidak siap dikritik sepedas ini.. T_T

Sungguh ini adalah hari yang berat untuk jiwa yang ramai seperti ku. Aku benar2 tidak pernah membayangkan akan ada hari se tegang ini. Biasanya, Aku, Dea dan Aya mengakhiri setiap pertemuan kami setiap hari dengan se-album foto baru dan gelak tawa yang hampir membuat kami lapar lagi setelah selesai makan. Biasanya yang menjadi bahan ketawa tidak jauh dari kepolosan anak kesayangan ku Aya. Dia selalu menarik untuk di goda. Ekspresinya yang spontan dan polos mengundang tawa yang sangat sulit untuk kami hentikan. Tapi hari ini,..pertemuan kami ditutup dengan mata Aya yang sembab,..hatiku yang memar..dan senyum Dea yang tenggelam entah dimana.

Perihnya hari ini tidak hanya perpisahan kami yang jauh dari gelak tawa. Hari ini aku sudah di cap sebagai senior yang mengecewakan. Aku di judge sebagai makhluk egois yang menegakkan gengsi setinggi awan untuk mengakui kekalahan, dan perihnya lagi ini dilakukan oleh salah seorang junior yang aku banggakan. Hati ini tak sanggup rasanya menerima ketika ia mengatakan bahwa ia melakukan ini karena rasa cinta yang begitu besar pada anak2. Apa menurutnya aku tidak menyayangi anak2?? (setetes cairan bening mengalir dari sudut mataku yang sudah tidak sanggup menahan genangannya)

Hari ini telah terlalu banyak memar di hatiku. Aku tau, luka ini tidak hanya aku yang merasakan. Aya, Dea, Ais, Asri, Iza dan mungkin semua orang yang tau perasaanku juga merasakan hal yang sama. Ah…sudahlah,..tidak ada gunanya memelihara kesedihan. Terserah orang diluar sana akan berfikir apa, aku bosan, aku cape, lelah memikirkan apa dan siapa sebenarnya yang salah.

_Persembahan untuk “My Partner in Crime”_Aya, dea, Asri, Ais, Iza

Salam rindu terdalam untuk para guru yang begitu membanggakan_Ge,Shi,Dia,Ilm,Dod,Riy,dkk

Salam Takzim untuk kalian yang begitu berarti dihatiku. Semoga Allah memberkahi kita semua. Amiin

 

 

 
Leave a comment

Posted by on September 9, 2011 in story --> History, Uncategorized